PENANTIAN
(Oleh Nilawati H.W)
A.
Pendahuluan
Judul : PENANTIAN
Pengarang : Nilawati H.W.
Pelaku :
1. Hari
2. Titisari
3. Orang tua Hari
4. Kakek tua
Sinopsis
Gadis
itu masih duduk dibawah pohon mempelai ditepi jalan tak jauh dari terminal bus
yang selalu hingar bingar. Raut wajahnya yang cantik masih tampak nyata meski
kini telah menjadi kusam lantaran tak pernah lagi tersentuh bedak, begitu pula
rambutnya yang sedikit ikal dan tampaknya sedap untuk dibelai, kusut bergerai
tersapu angin pelan – pelan jarinya membuka tas cantik ang bergolek
dipangkuannya sambil matanya melirik kekiri dan kekanan seolah – olah ia takut
kalau ada yang memata – matainya, sejenak ia menarik nafas lega saat foto
keluar yang diiringi dengan senyuman bagaikan menyenyumi wajah pemuda tampan
yang terpampang disitu.
“ mas aku rindu sekali, aku kangen , kapan engkau datang
mas?.”
Kisah miris keluar dari bibirnya, yang kedua
sebentar – sebentar menahan kisah tangis.
“ aku , aku telah lama menunggu disini seperti
pesanmu, aku harus selalu sabar menunggu.”
Sesaat kemudian gadis itu menatap tajam mobil –
mobil yang lalu lalang ditempatnya, terlebih lagi jika yang lewat itu mobil
sedan biru, jantungnya berdebar – debar dan sesudah itu kali ia akan berlari
mengejarnya.
“ mas, mas tunggu aku mas.“
Tapi siapa yang mau menggubrisnya menghentikan mobil
dan membukakan pintu buat gadis yang kusam itu, meraka malah mengumbar dan
melaju secepatnya lantaran menghindari hal – hal yang tidak diinginkan. Gadis
itu kecewa , tiada mobil yang sudi berhenti untuknya, iapun berhenti berlarian
mengejar mobil – mobil, bisa jadi lantaran lelah mana mungkin juga ia mungkin
sadar. Tak seperti dulu beberapa tahun lalu ketika ia pertama kali bertemu
dengan Hari ditempat yang sama tak jauh dari terminal bis, saat itu ia memang
benar – benar kaget karena tiba – tiba mobil sedan biru berhenti didekatnya.
“adek, bolehkah saya bertanya?”
“oh tentu saja.”
“saya hampir kehabisan bensin, sudikah adek
menunjukan tempat penjualan bensin?”
Pemuda itu berkata seraya membuka pintu mobilnya,
wajahnya yang tampan menyorotkan sinar
kejujuran dan ii tak segan Titi Sari duduk disebelahnya.
“terima kasih, kenalkan saya Hari Setia Panggil saja
Hari” ujar pemuda seraya mengukurkan
tangan.
“saya Titi, Titi Sari” seraya si gadis menjabat
tangan pemuda, sejenak keduanya terdiam, namun kedua dada mereka dialog gencar
lebih berarti dari padaseribu kata yang terucap lewat bibir. Bagi Hari sendiri
Titi Sari merupakan potret idaman hatinya, rambutnya yang setengah ikal
tersanggul sederhana da beberapa bagian dibiarkan terlepas menutup tengkuknya,
bibirnya yang tipis memerah asli bukan polesan lipstik seperti gadis kota,
begitu pula kepalnya yang sangat sederhana yang membuat itu begitu indah dihati
Hari.
Itulah
pengalaman pertama Titi Sari seorang gadis desa duduk didalam mobil mewah
ditemani pemuda tampan yang sopan dan
baik hati. Titi Sari diantar pulang oleh Hari dan mobilna berhenti ditempat
semula.
“bolehkah saya bertemu lagi dengan Titi ditempat
ini?”
Hari memberanikan bertanya, namun Titi Sari seperti
berat mengiyakan, ia menundukkan kepala sementara ibu kakinya mengores –
goreskan ditanah. Hari tersenyum.
“bagaimana, bolehkan?”
Titi Sari akhinya menganggukan kepala sebagai tanda
setuju. Maka perjumpaan berikutnya berlalu dengan manisnya, setiap kali Titi
Sari selalu menanti dibawah pohon mempelai dekat terminal dan setiap kali pula
hatinya berdebar keras jika Hari dan sedan biruya muncul serta berhenti
didekatnya, percintaan mereka seperti dalam cerita saja, Suci , Syahdu, meski
diwarnai oleh kekontrasan yang mencolok, Hari orang kota anak orang kaya, dan
sebentar lagi meraih gelar Insinyur, sedang Titi anak orang desa miskin dan
sekolahnya hanya sampai sekolah dasar.
“ ahh.. rasanya seperti khayalan mimpi saja, jika
saya mengharapkan mas Hari benar- benar sudi mempersunting saya anak orang desa
yang mis..”
Kata – kata Titi Sari berhenti ketika telunjuk Hari
menutupi bibirnya.
“jangan teruskan kata – kata itu Titi, aku tak
perduli, sekalipun engkau hanya anak desa.”
Lekas Hari menyakinkan.
“sudah bukan zamanya untuk membeda – bedakan derajat
dan kekayaan dalam mempersatukan hati yang bercinta, kau tak perlu lagi bimbang
Titi.”
Butiran air mata mengembun disudut mata Titi lalu
meleleh jatuh dipipi, ia merebahkan kepalanya didada Hari, satu kemantapan yang
semakin kooh dihati Titi bahwa Hari adalah benar – benar ditakdirkan untuk
mencintainya, namun harapan seringkali bertentangan dengan kenyataan, ketika
orang tua Hari mengetahui percintaan anaknya dengan gadis desa miskin itu.
Merakapun langsung menentangnya.
“ingat Hari kau jangan terlalu menuruti kenginanmu
tanpa persetujuan orang tua, mau kau taruh mana harga diri orang tuamu ini,
bayangakan kelak jika kau memperistri orang desa itu, dan kedudukanmu sebagai
orang yang penting di masyarakat akan memudar lantaran dia hanya lulusan
sekolah dasar.” Camkan ayahnya.
Hari mecoba menentang
orang tuanya namun ia tak berdaya ,kekuasaan ayahnya terlalu kuat, bagaikan
hempasan badai yang tak pernah surut, dan Hari pasti akan terhempas di batu
karang jika berani menentangnya.
Suatu
siang selagi Titi menunggu dibawah pohon mempelai didekat terminal, seorang
laki – laki tua mucul.
“ kau akan sia – sia menunggu Hari nak, dia telah
pergi jauh dan tidak mencintaimu lagi, lupakan dia nak demi kebaikanmu sendiri
dan juga kebaikannya.”
“Tidak, Tidak, ia telah berjanji akan menjadi
suamiku.”
Titi berlari sambil berteriak menjauhi orang tua
itu.
“kau pasti bohong, bohong..!!.”
Siang
itu Titi lagi menatap potret Hari digenggamanya, Hari seolah tersenyum seperti
biasanya setiap ia menghentikan mobil dan membukakan pintu mempersilahkan Titi
masuk kedalam , lalu Titi pun ikut tersenyum panjang, dan semakin panjang
disertai tawa keras diampur suara mobil yang lalu lalangt tetapi kini siapa
yangsudimemperhatikan gadis malang yang selalu menanti dibawah pohon mempelai
didekat terminal , Siapa?
___SELESAI ___
B.Isi
Tema : Cinta tak di restui
Nasehat : Sebagai orang tua tidak
selalu memaksa keinginan anaknya. Bahwa dalam menjalani cinta itu tidak perlu
memandang derajat orang lain, bahkan harta pun tidak bisa membeli hati
seseorang supaya menjadi suka dengan orang itu. Melainkan hati bisa di beli
dengan rasa suka, saling percaya, cinta, dan perhatian.
·
Alur :Cerita di atas
menggunakan alur flash back, dapat ditunjukkan pada Titisari selalu menunggu
Hari yang tak kunjung datang menumuinya lagi dan akhirnya di ceritakan kembali
masa lalunya. Dalam urutan kejadiannya masuk akal, ada pula kejadian yang
mengejutkan, konfliknya seru, penyelesaian masalah masuk akal, berakhir dengan
sed ending, karena Titisari sudah mempunyai suami akhirnya Hari pun merelakan
Titisari dengan orang lain meskipun hatinya terluka.
Karakter :
1.
Titisari :
Baik hati, tidak sombong, pemalu, sopan, ramah, jujur, suka menolong,teguh pada pendirian.
2.
Hari :Ramah,
sopan, patuh, baik hati, tidak sombong.
3.
Ayah
Hari :Sombong, angkuh, keras, dengki.
4.
Kakek
tua :Baik hati, suka menolong.
·
Setting : Dalam cerita di atas
menggambarkan setting tempat, ada di bawah pohon dekat terminal, lalu di dalam
mobil hari, tempat untuk melihat pemandangan, rumah Hari, tergeletak di pinggir
jalan, kios Titisari. Sedangkan suasananya :
1.
Senang. Saat Titisari di suruh masuk ke dalam
mobil untuk mengantar Hari mencari pom bensin, ada juga pada saat Hari mengajak
Titisari pergi jalan-jalan melihat pemandangan.
2.
Tegang. Saat Titisari berjumpa dengan kedua
orang tua Hari.
3.
Kecewa. Hati Titisari kecewa saat Hari sudah
berjanji akan menjemput Titisari dan mengajaknya untuk menikah tetapi Hari pun
tidak menemui Titisari, Hari pun tidak mengerti keadaan Titisari yang setiap
hari menunggu kedatangan Hari untuk menjemputnya. Sampai keadaan Titisari
menjadi kacau.
4.
Sedih. Hati Hari sangat teluka dan harus
merelakan Titisari menjadi istri orang lain.
·
Pemakaian
bahasa : Bahasa yang di gunakan
sangat segar dan serius pada kejadian Titisari di hina sama orang tua Hari, “
Dia itu gadis kampung, tidak berpendidikan, miskin”
B.Kesimpulan
Novel
ini memiliki keistimewaan untuk di baca oleh semua kalangan masyarakatt karena
bagus dan menarik apalagi tokohnya yang memiliki watak yang berbeda-beda. Dalam
hubungan percintaan yang ada di dalam novel ini turut kita laksanakan dalam hal
yang baik misalnya, mencintai seseorang itu hal yang terindah tetapi saat tidak
mendapat restu orang tua kita tidak perlu kabur ataupun menghamili kekasihnya,
melainkan diatasi dengan cara yang baik. Setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya.
Dalam
novel ini karakter orang tua Hari sangat tidak patut untuk di tiru oleh orang
tua lain, karena dalam hal cinta itu tidak pelu derajat yang menjadi pandangan
pertama. Melainkan pandangan pertama itu apakah bisa membahagiakan keluarga
kalau sudah menjadi istri ataupun suaminya, harta itu mudah di cari dalam
kehidupan sehari-hari, melainkan kebahagiaan dan kepercayaan lah yang susah di
cari dalam kehidupan.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen
dengan judul Sinosis Cerpen Penantian. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://deden-arpega.blogspot.com/2014/03/sinosis-cerpen-penantian.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown -
Belum ada komentar untuk "Sinosis Cerpen Penantian"
Posting Komentar